KARAKTER SISWA PADA PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI KABUPATEN PACITAN (Studi Kasus di Sekolah Pelaksana Kurikulum 2013)

PENELITIAN PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2014 KARAKTER SISWA PADA PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI KABUPATEN PACITAN (Studi Kasus di Sekolah Pelaksana Kurikulum 2013) OLEH: ENY SETYOWATI, M.Pd NIDN: 0706047602 AGOES HENDRIYANTO, S. P., M.Pd. NIDN: 0719017103 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU 
PENDIDIKAN STKIP PGRI PACITAN 2014

PEND

ABSTRAK 
Penelitian dengan judul: Karakter Siswa Pada Penerapan Kurikulum 2013 Di Kabupaten Pacitan(Studi Kasus Di Sekolah Pelaksana Kurikulum 2013. Penelitian ini akan mendeskripsikan karakter siswa setelah mengalami proses belajar dan pembelajaran dalam kurikulum 2013. Penelitian ini bertujuan mengetahui: 1) karakter siswa dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan dasar; 2) karakter siswa dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Menengah; dan 3) Peran Guru dalam Implementasi pendidikan Karakter di Sekolah. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Pelaksana kurikulum 2013 untuk tingkat Dasar dan Menengah di Pacitan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Sumber data penelitian ini, yakni informan, peristiwa pembelajaran, dan dokumen terkait Teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Teknik yang digunakan untuk memeriksa kesahihan data, yakni triangulasi data dan triangulasi metodologis. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik interaktif dengan langkah-langkah, meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi Dengan kurikulum 2013 sekolah yang melaksanakan terjadi peningkatan karakter anak.baik untuk jenjang SD maupun Sekolah Menengah. peningkatan nilai karakter dengan syarat: Gurunya Luar biasa, sarana prasarana sekolah memadai, menggunakan media pembelajaran yang inovatif, serta input siswa. Perubahan pola pikir guru harus didasari oleh niat untuk memotivasi diri menjadi guru berprestasi serta memperbanyak pelatihan, mengikuti seminar pendidikan dan membaca buku. Peran seorang guru sangat besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013 Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Lembaga Pendidikan, Kurikulum 2013 
 BAB 1 

PENDAHULUAN 
 1.1. Latar Belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat konstitusi di atas dengan tegas memberikan perhatian yang besar akan pentingnya pendidikan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa yang akan membentuk peserta didik menjadi manusia berbudaya yang berhati nurani luhur karena keteladanan, bimbingan, arahan, dan dorongan dari pendidik yang benar-benar menjalankan profesinya dengan menggunakan hati. Selain yang tersebut di atas pendidikan diharapkan membantu membumikan nilai-nilai agama dan mewujudkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga pendidikan harus senantiasa berdasarkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat. mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan kepada seluruh peserta didik di lembaga pendidikan formal dan informal. Dengan demikian tugas setiap elemen bangsa yang terlibat dalam pendidikan wajib hukumnya untuk mengembangkan sistem pendidikan yang berkarakter, berhati nurani, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berlandaskan nilai sosial budaya yang mengandung filosofi yang sangat luar biasa. Hal ini semakin diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), nomer 20 tahun 2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Pada pasal 3 Undang-Undang SISDIKNAS ditegaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dilihat dari kacamata pendidikan, peningkatan tersebut haruslah diterjemahkan secara operasional dan diimplementasikan melalui proses pembelajaran yang memadai. Pembelajaran yang memadai bukan hanya mengembangkan salah satu kecerdasan, akan tetapi seluruh kecerdasan manusia. Dengan demikian pembelajaran harus direncanakan dan diwujudkan dalam rangka meningkatkan ketiga kecerdasan yaitu; pengetahuan, sikap, dan hasil karya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan ketiga kecerdasan. Peran dari lembaga sekolah, guru, murid dan wali siswa sangat diperlukan dalam rangka pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketiga kecerdasan. Lebih jelasnya kecerdasan manusia secara operasional dapat digambarkan melalui tiga dimensi, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. Melalui pengembangan kognitif, kapasitas berpikir manusia harus berkembang. Melalui pengembangan psikomotorik, kecakapan hidup manusia harus tumbuh. Melalui pengembangan afektif, kapasitas sikap manusia harus mulia. Hal ini sejalan dengan dasar pendidikan Indonesia, yakni mencerdaskan bangsa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Dengan kata lain, peserta didik bersekolah bukan hanya untuk menghadapi bahasan soal-soal ujian, peserta didik bersekolah merupakan strategi untuk mempersiapkan dirinya memasuki kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang yang lebih baik. Secara empiris, pelaksanaan pembelajaran masih diarahkan kepada pencerdasan yang bersifat kognitif, hal ini bisa kita lihat di sekolah-sekolah umum. Pada tataran ini pun, kecerdasan intelektual yang bersifat kognitif masih terbatas kepada pengembangan kemampuan menghafal atau transfer pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan soal-soal ujian. Pengembangan kognitif yang lainnya masih diabaikan, misalnya, pengembangan kognitif untuk meningkatkan daya kritis. Walaupun sejak tahun 2010 yang lalu, pendidikan karakter telah dicanangkan untuk dijadikan gerakan nasional di seluruh tingkat pendidikan yaitu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai dengan perguruan tinggi. Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) saat itu mengeluarkan PERMENDIKNAS (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) tentang pendidikan karakter. Ada 18 nilai budaya dan karakter bangsa yang seharusnya ditanamkan pada peserta didik. 18 nilai budaya dan karakter bangsa itu mencakup Jujur, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat (komunikatif), cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pendidikan karakter yang dilakukan di Indonesia tidak diberi bobot nilai, tetapi dijadikan pembiasaan keseharian di sekolah sehingga membudaya. Anak yang melanggar nilai-nilai karakter yang telah disepakati kendalanya pada saat pelaksanaan dan penindakan bagi yang melaggar. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru mempunyai perasaan yang tidak sama terhadap anak-anak pejabat yang sekolah di lembaga pendidikan tertentu pasti mendapatkan perlakuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan lainnya. Contoh yang kurang baik ini akan membekas pada hati anak didik yang pada akhirnya akan menciptakan karakter pendendam kepada orang lain. Pada mulanya ingin membuat sikap yang baik menjadi suatu kebiasaan malah kita sendiri yang malah mencontohkan karakter yang tidak baik pada siswa yang mendapatkan perlakuan yang berbeda atau diskriminasi. Kenyataan seperti ini sering terlihat pada sekolah-sekolah yang anak didiknya banyak dari orang tuanya berpengaruh di suatu daerah tertentu. Untuk itu maka diperlukan guru-guru yang profesional yang mendidik dengan hati, yang pandai untuk membuat keteladanan, dorongan, motivasi, dan pujian kepada anak didiknya yang berprestasi, serta tidak membedakan perlakuan terhadap peserta didiknya. Sehingga proses pembelajaran akan menyenangkan dan tidak menimbulkan persoalan baru yang berhubungan dengan perasaan peserta didik. Sebuah pertemuan menarik dilaksanakan di kantor Wakil Presiden Republik Indonesia, bersama Komite Pendidikan Nasional, Rabo tanggal 23 Januari 2013. Pertemuan ini menarik karena dihadiri oleh Wapres, Prof. Dr. Boediono, menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menteri Agama, Suryadharma Ali, Menteri Pemuda dan Olah raga, Roy Suryo, ketua UKP4, Kuntoro dan para pejabat eselon I dari beberapa kementerian dalam pertemuan itu dibahas mengenai anggaran dan kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas guru dan profesionalitas guru Dalam mengajarkan pendidikan karakter tersebut guru harus bisa memainkan 3 (tiga) peran yaitu, pemberi perhatian, panutan, dan sekaligus pembimbing bagi peserta didik. Pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran tambahan. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang terdiri dari 18 tersebut yang akan diintegrasikan kepada siswa melalui mata pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Guru juga turut mengidentifikasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tersebut yang terdapat pada mata pelajaran yang diampu. Maka dari itu, guru harus mampu merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) berbasis karakter, Silabus berbasis karakter, dan bahan ajar berbasis karakter. 
 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana karakter siswa pada pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Dasar? 2) Bagaimana karakter siswa padai pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Menengah? 3) Bagaimana Peran Guru dalam Implementasi pendidikan Karakter di sekolah? 
 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian untuk mengetahui: 1) Karakter siswa pada pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Dasar; 2) Karakter siswa padai pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Menengah; 3) Peran Guru dalam Implementasi pendidikan Karakter di Sekolah. 
 1.4. Luaran Penelitian Luaran Penelitian internal STKIP dengan judul Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia (SMAN 1 Pacitan) adalah: a. Prosiding Nasional b. Jurnal Ilmiah 
 BAB 2 
 KAJIAN PUSTAKA 
 2.1. Pendidikan Yang Berbasis Karakter 
Menurut Hamzah B. Uno ( 2007: 1) pendidikan sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk mencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan yang semakin rumit dan wajib untuk segera diselesaikan agar persoalan tersebut tidak semakin menggunung yang barakibat pada terganggunya proses pendidikan. Dewasa ini seringnya terjadi tawuran antar pelajar, pemecahan masalahnya tidak sampai pada akar masalahnya tapi hanya menangkap anak-anak yang tawuran oleh pihak kepolisian. Seharusnya lembaga yang menangani pendidikan harus merubah sistem, dan proses pendidikan yang ada dengan lebih mengedepankan pembelajaran dalam peningkatan aspek (sikap) afektif, dan (hasil) psikomotorik. Dengan mengevaluasi secara menyeluruh kelemahan kurikulum KTSP 2006 yang melibatkan ahli-ahli pendidikan, yang dilakukan bertahun-tahun membuat kurikulum baru yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pendidikan menurut Undang-Undang Sikdiknas no. 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan agar peserta didik tersebut berperan dalam kehidupannya. Berdasarkan pengertian di atas terlihat bahwa seseorang yang memposisikan dirinya sebagai pendidik mempunyai umur lebih tua jika dibandingkan dengan peserta didik. Dengan demikian seseorang yang mempunyai usia lebih muda berhak untuk mengajar peserta didik yang usianya di atasnya karena mempunyai kompetensi yang diinginkan oleh lembaga pendidikan Pendidikan pada hakikatnya seperti dinyatakan para ahli psikologi pendidikan seperti Chaplin (1972), Tardif (1987), dan Reber (1988), adalah pengembangan potensi atau kemampuan menusia secara menyeluruh yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengajarkan berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri. Menurut pendapat ahli di atas terlihat jelas bahwa pendidikan merupakan suatu cara atau kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan potensi atau kemampuan manusia yang pelaksanaannnya dilakukan oleh manusia dalam hal ini guru atau dosen. Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1987: 214). Berdasarkan arti kata seperti yang disebutkan di atas bahwa karakter adalah mengukir, melukis, memahatkan, bahkan menggoreskan sesuatu yang bersifat abstrak kepada diri seseorang. Sifat baik yang sifatnya abstrak yang diukirkan, dilukiskan, dipahatkan, serta digoreskan kepada seseorang harus dilakukan oleh seorang yang benar-benar profesional. Kalau bukan seorang profesional dikawatirkan hasil dari karyanya malah akan merusak pemandangan yang sudah ada. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80). Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian karakter tersebut sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk berinteraksi dengan sesama, sehingga akan tercipta suatu keselarasan, keseimbangan, sikap saling menghormati antar sesama. Dengan demikian seseorang yang mempunyai karakter memiliki kecenderungan mudah beradaptasi terhadap lingkungan disekitarnya, bahkan akan menjadi panutan dalam penanaman nilai-nilai karakter di daerahnya. Dengan sangat pentingnya karakter maka muncul konsep pendidikan karakter (character education). Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Melalui bukunya, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran tambahan oleh karena iu harus dimasukkan dalam pembelajaran jangan disisipkan dalam pengajaran ilmu pengetahuan. Hal ini akan berdampak bahwa pendidikan karakter hanya sebuah sisipan pelajaran dengan demikian jangan mengharapkan karakter anak akan terjadi peningkatan. Oleh karena itu kita sebagai dosen harus mengajarkan karakter pada mahasiswa dan harus mendapatkan penilaian tersendiri yang akan mempengaruhi nilai akhir mata kuliah, berarti harus normatif dan disampaikan pada awal kuliah. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tersebut yang akan diintegrasikan kepada siswa melalui mata pelajaran yang disampaikan oleh guru harus melalui identifikasi yang harus terdapat pada mata pelajaran yang diampu. Maka dari itu, guru harus mampu merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) berbasis karakter, Silabus berbasis karakter, dan bahan ajar berbasis karakter. Dengan demikian peran guru sangat luar biasa dalam merancang, merencanakan, dan pembelajaran yang berbasis karakter, dengan diberlakukannnya kurikulum 2013 yang memangkas kewenangan guru dalam merencanakan pembelajaran yang berbasis karakter akan membawa dampak yang kurang baik bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan untuk masa depan bangsa Indonesia yang telah kehilangan jatidiri sebagai bangsa yang santun, ramah dan berbudi pekerti yang luhur. Dewasa ini bangsa kita telah keluar dari jati diri tersebut menjadi bangsa yang beringas, terkorup nomer 3 di dunia, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan moral yang sangat rendah. Dengan fenomena tersebut seharusnya menjadi warning bagi Mendikbud untuk lebih serius dalam penanganan karakter bangsa. Kementrian pendidikan dan Kebudayaan harus benar-benar di isi oleh orang-orang pilihan dengan karakter yang luar biasa sehingga akan menghasilkan suatu putusan yang luar biasa dalam rangka untuk mengembalikan jatidiri bangsa yang telah hilang dari bumi Indonesia. 2.2. Guru Manurut Hamzah Umno (2012: 42) jabatan guru adalah jabatan profesional, untuk itu guru harus bekerja secara profesional. Bekerja sebagai seorang profesional berarti bekerja dengan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus yaitu pendidikan keguruan dan ilmu pengetahuan. Keahlian dalam bidang pendidikan dengan telah didapatkan sertifikat mengajar atau akta mengajar maka guru berhak untuk melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Kenyataannya jika berasal dari jurusan sarjana non kependidikan walaupun sudah punya akta mengajar, seharusnya lebih banyak melakukan praktek mengajar baik di lembaga formal maupun non-formal. Guru tidak boleh berubah di dalam fungsinya sebagai transformer ilmu dan pamong bagi para siswa. Selain itu juga contoh di dalam kehidupan masyarakat. Sebagai transformer ilmu pengetahuan maka di dalam dirinya harus ada mindset untuk melakukan yang terbaik bagi profesinya sebagai guru dan sebagai pamong maka dia akan membimbing ara siswanya di dalam proses pencarian kebenaran yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Demikian pula guru adalah contoh bagi para siswa di dalam karakter dan tindakan. Di dalam konteks Jawa, guru disebut kependekan dari kata digugu lan ditiru atau yang diikuti kata-katanya dan diikuti tindakannya. Menurut Nur Syam (2013) Guru merupakan Garda Depan bagi proses pembelajaran dan pendidikan. Dialah yang akan menentukan apakah pendidikan Indonesia berhasil atau tidak. Sebagai Garda Depan, sesungguhnya para guru telah memperoleh penghargaan sebagai guru profesional, yaitu guru yang telah memperoleh pengakuan sebagai pekerja profesional, sebagaimana dokter, ahli teknik, ahli hukum dan sebagainya. Sebagai pekerja profesional yang diakui oleh undang-undang, maka status guru tentu sangat dihormati. Tidak hanya dari segi pendapatannya, akan tetapi juga dari sisi penghargaan yang layak. Jika dulu para guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa disebabkan oleh kurangnya penghargaan terhadapnya, maka sekarang tentu tidak bisa lagi disebut dengan sebutan tersebut. Kurikulum bagaimanapun baiknya tentu masih sangat tergantung kepada para guru. Oleh karena itu perubahan mindset para guru tentu menjadi sangat penting sebagai prasyarat keberhasilan implementasi kurikulum. Dengan demikian, keberhasilan penerapan kurikulum 2013 juga sangat tergantung kepada perubahan mindset para guru di dalam mendidik para siswa. 2.3. Kurikulum 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada saat wawancara dengan wartawan Antara-News di Surabaya bulan 1 Juli 2013 menegaskan bahwa implementasi Kurikulum 2013 akan mendorong enam perubahan yakni: 1) penataan sistem perbukuan; 2) penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK); 3) penataan pola pelatihan guru; 3) memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler; 4) serta penguatan peran guru bimbingan dan konseling (BK); 5) Perubahan berikutnya, memperkuat NKRI melalui kegiatan ekstra kurikuler kepramukaan; dan 6) memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa-budaya. Kurikulum 2013 didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Selanjutnya, Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru terkait dengan Kurikulum 2013 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan lima lampiran tentang beberapa pedoman yaitu (i) pedoman penyusunan dan pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan; (ii) pedoman pengembangan muatan lokal; (iii) pedoman kegiatan ekstrakurikuler; (iv) pedoman umum pembelajaran; dan (v) pedoman evaluasi kurikulum. Di samping itu, implementasi ini juga terkait dengan beberapa peraturan pemerintah sebelumnya. Secara garis besar perubahan kurikulum tergambar pada bagan elemen perubahan. Ada empat dari delapan elemen standar pendidikan nasional yang mengalami perubahan. Pertama, elemen standar kompetensi lulusan. Kurikulum 2013 menekankan pada peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari kedudukan mata pelajaran, kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Kedua, elemen standar isi. Struktur kurikulum yang dikembangkan menjadi lebih bersifat holistik yang berbasis sains (alam, sosial, dan budaya). Selain itu, terdapat pengurangan mata pelajaran serta penambahan jam pelajaran. Pada Kurikulum 2013, pemanfaatan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) harus dilakukan hampir di seluruh mata pelajaran. Untuk sekolah menengah kejuruan terdapat penambahan jenis keahlian dan juga memperbanyak mata pelajaran produktif yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Ketiga, pada standar proses. Secara garis besar perubahan pada elemen ini tejadi pada proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, ditambah dengan guru bukan satu-satunya sumber belajar. Keempat, elemen standar penilaian. Pada elemen ini perubahan terjadi pada acuan penilaian yang yang berbasis kompetensi, pergeseran dari penilaian melalui tes menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Selain itu, penilaian dilakukan berdasarkan pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal), penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar (KD), tetapi juga kompetensi inti dan standar kompetensi lulusan (SKL), serta mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian. 
 BAB 3 
METODE PENELITIAN 
3.1. Tempat Penelitian 
Penelitian diskriptif kualitatif dilaksanakan di Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah di Kabupaten Pacitan yang ditunjuk untuk melaksanakan Kurikulum 2013. Pemilihan lokasi dalam penelitian ini dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama ialah penelitian tersebut sangat penting dilakukan untuk melihat seberapa besar dampak atau perubahan pada aspek karakter pelajar SMA. Pertimbangan kedua ingin melihat keberhasilan yang dicapai selama satu semester pelaksanaan kurkulum 2013. Ketiga, tempat tersebut belum pernah digunakan untuk penelitian sejenis. Hal ini dimungkinkan tidak adanya kemungkinan kesamaan penelitian. 
 3.2. Jenis Penelitian 
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif diskriptif. Analisis kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong,2006: 6). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskripsi kualitatif. Sebab data yang diperoleh adalah data verbal yang berupa deskripsi tentang sesuatu. Kaitannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian untuk mendeskripsikan tentang wujud aspek-aspek penelitian 
 3.3. Data dan Sumber Data 
Data dalam penelitian diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Data adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis. Oleh karena itu, kualitas dan ketepatan pengambilan data tergantung pada ketajaman menyeleksi yang dipandu oleh penguasaan konsep atau teori. Sumber data utama penelitian deskriptif kualitatif berupa dokumen pribadi, dokumen lembaga pendidikan, catatan lapangan, wawancara, dan responden (Sugiyono, 2011). 
 3.4. Teknik Pengumpulan Data 
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah Participant observation, In depht interview, Dokumentasi dan Triangulasi (Sugiyono, 2011: 308). 
 3.5. Validitas Data 
Validitas data dilakukan untuk dapat mempertanggungjawabkan penelitian secara ilmiah. Validitas data yang digunakan dalam penelitian meliputi validitas internal, (Sugiyono, 2011: 364). Validitas internal (credibility) dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat. 
 3.6. Teknik Analisis Data 
Analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, meyusun pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, kemudian membuat suaatu kesimpulan (Sugiyono, 2011: 333). Ada tiga langkah yang dilakukan dalam menganalisis data kualitatif. Ketiga langkah yang dimaksud, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penyimpulan dan verifikasi data. Dalam penelitian ini, prosedur pengolahan data juga dilakukan dengan ketiga langkah tersebut, yaitu (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi. 
 BAB 4 
HASIL DAN PEMBAHASAN 
4.1. Hasil 
4.1.1. Hasil Penelitian Implementasi Kurikulum 2013 Di Sekolah Dasar 
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 . Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta didik. Dituntut Kreatif dan Inovatif karena keberhasilan pembelajara tergantung pada guru 1) Guru Kelas 1 dan IV Sudah bersertifikasi 2) Guru agama sudah dilatih oleh Departemen Agama 3) Usia 50 tahun 4) Guru dipaksa untuk berlari agak cepat sehingga memerlukan kemampuan fisik dan profesional yang tinggi 5) Dituntut Kreatif dan Inovatif karena keberhasilan pembelajara tergantung pada guru 3 Buku 1) Untuk kelas 1 temanya 8 2) Untuk kelas 4 temanya 9 3) Buku dari 1 penerbit pusat 4) Isi buku dan bahasa masih kurang baik 5) Sedangkan gambar cukup baik, serta kegiatan mudah dilaksanakan 6) Datangnya buku lebih awal untuk semester genap pada bulan nopember 2013 sudah sampai di sekolah 1) Untuk kelas 1 temanya 8 2) Untuk kelas 4 temanya 9 Buku dari 1 penerbit pusat 3) Isi buku dan bahasa masih kurang baik 4) Sedangkan gambar cukup baik, serta kegiatan mudah dilaksanakan 5) Datangnya buku lebih awal untuk semester genap pada bulan nopember 2013 sudah sampai di sekolah 4 Waktu 1) Pelaksanaanya 5 jam tiap harinya, satu minggu 30 jam tetapi masih menyesuaikan dengan masuk dan pulangnya murid kelas lain yang masih menggunakan kurikulum KTSP 2) Tidak ada program les tambahan 1) Pelaksanaanya 5 jam tiap harinya, satu minggu 30 jam tetapi masih menyesuaikan dengan masuk dan pulangnya murid kelas lain yang masih menggunakan kurikulum KTSP 2) Ada les tambahan untuk meningkatkan kemampuan kognitif 5 Pembelajarannya 1) Menyenangkan, untuk matapelajaran olahraga bisa dalam satu minggu 3 kali temanya olahraga. 2) Untuk guru olahraganya adalah guru kelas tapi untuk guru olahraganya satu kali dalam setiap minggu 3) Anak kelihatan lebih santai tapi serius karena harus mengumpulkan tugas pada akhir pembelajaran 1) Menyenangkan, untuk matapelajaran olahraga bisa dalam satu minggu 3 kali temanya olahraga 2) Anak kelihatan lebih santai tapi serius karena harus mengumpulkan tugas pada akhir pembelajaran 6 Pendanaan 1) Kesulitan untuk memenuhi sarana pembelajaran disebabkan dana BOS Yang sangat Kecil 2) Jika ada prakarya dikerjakan di rumah (sifat kejujuran perlu ditanamkan) 1) Tidak mengalami kesulitan dalam mencukupu sarana dan prasarana pembelajaran karena muridnya yang besar dan dana BOSnya lebih besar. 2) Iuran dari murid jikaa da pekerjaan prakarya 7 Karakter Peningkatan 65 % jika dibandingkan dengan KTSP a. Kemandirian b. Tanggung jawab c. Kedisiplinan d. Religius e. Mudah bergaul f. Kreatif g. Inovatif h. Cinta tanah air i. Menghormati guru j. Berani k. kejujuran Peningkatan 75 % jika dibandingkan dengan KTSP a. Kemandirian b. Tanggung jawab c. Kedisiplinan d. Religius e. Mudah bergaul f. Kreatif g. Inovatif h. Cinta tanah air i. Menghormati guru j. Berani k. kejujuran 8 Evaluasi Mengalami kesulitan karena: a. pelatihan masih belum bisa memberikan gambaran evaluasi secara jelas b. kesulitan dalam pemberian skor karena sistem penilaian menggunakan skor 1 sampai 4 c. buku rapor hanya dipergunakan selama 1 tahun untuk tahun berikutnya masih menggunakan format yang sama atau lainnnya d. Nomor induk sisiwa masih menggunakan nomor induk siswa kelas 3 e. Guru belum paham terhapap penilaian autentik dan portofolio Mengalami kesulitan karena: a. pelatihan masih belum bisa memberikan gambaran evaluasi secara jelas b. kesulitan dalam pemberian skor karena sistem penilaian menggunakan skor 1 sampai 4 c. buku rapor hanya dipergunakan selama 1 tahun untuk tahun berikutnya masih menggunakan format yang sama atau lainnnya d. Nomor induk sisiwa masih menggunakan nomor induk siswa kelas 3 e. Guru belum paham terhapap penilaian autentik dan portofolio 4.1.2. Hasil Penelitian Implementasi Kurikulum 2013 di SMP Metode pembelajarannya menggunakan Pendekatan Ilmiah atau Saintifk guru mendorong peserta didik untukmendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan peserta didik menemukan konsep dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan mata pelajaran yang dapat dipergunakan untuk dirinya sendiri. Beban belajar di SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP adalah 40 menit. 4.1.3. Hasil Monitoring Guru pada Implementasi Kurikulum 2013 Berdasarkan hasil dari angket kepada bapak ibu guru kelas 1 dan 4 untuk sekolah dasar, dan kelas 7 untuk tingkat SMP didapatkan hasil bahwa: a. Guru Paham Terhadap tujuan Kirikulum 2013; b. Bapak ibu guru telah menggunakan Pendekatan Saintifik; c. Menggunakan pendekatan tematik terpadu IPA dan IPS prosentasi masih 75%; d. Penerapan Kurikulum 2013 akan membentuk karakter anak didik; e. Buku pedoman guru dapat membantu memberikan gambaran untuk merencanakan proses pembelajaran prosentasi 60 %; f. Buku pedoman guru dapat membantu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran; g. Guru belum paham terhadap pendekatan tematik integratif yang di dalamnya terdapat Teknologi Informasi yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Berdasarkan angket yang banyak memilih pilihan tidak/kurang adalah pelatihan guru yang diselenggarakan oleh Dinas pendidikan Nasional masih terdapat kekurangan yang akan berpengaruh terhadap kualitas guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 di kelas. Adapun kekurangan tersebut diantaranya: a. Bapak ibu guru dalam mengikuti pelatihan tidak mendapatkan pendampingan yang cukup dari instruktur sehingga habis dari pelatihan masih belum paham dan memerlukan pendampingan oleh Kepala sekolah maupun penilik Sekolah; b. Pelatihan banyak teorinya jika dibandingkan dengan praktek mengajar sehingga akan kontraproduktif dengan tujuan kurikulum 2013; c. Bapak ibu guru masih memerlukan pelatihan dalam penilaian autentik, dan portofolio. d. Bapak ibu guru yang mendapatkan pelatihan pelaksanaan kurikulum 2013 harus mempertimbangkan beberapa aspek: usia; kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial; kalau bisa guru kelas jangan guru olehraga atau guru agama; sehat secara fisik maupun mental; motivasinya tinggi. Untuk buku teks pelajaran ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan dalam buku teks yaitu: a. Isi buku mengurai atau memerinci tuntutan ranah kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang tertulis dalam kurikulum masih kurang; b. Penggunaan bahasa masih membingungkan peserta didik. c. Contoh kegiatan yang terdapat dalam buku teks mudah dilakukan murid; d. Gambar dalam buku teks sudah cukup baik; e. Buku teks cukup baik dalam meneingkatkan efektifitas proses pembelajaran. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Karakter Siswa pada Pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Dasar Pelaksanaan Kurikulum di lembaga Pendidikan Dasar pada saat masih menggunakan kurikulum KTSP terdapat 10 mata pelajaran yang diajarkan. Adapun mata pelajaran yang diajarkan meliputi: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Keterampilan dan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta muatan lokal dan pengembangan diri. Tetapi pada mulai tahun 2013/2014 untuk kelas IV menggunakan kurikulum 2013 jumlah mata pelajarannya menjadi tujuh yang meliputi: pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, serta Pramuka. Lembaga pendidikan dasar yang ditunjuk untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 terdapat dua kelompok siswa kelompok pertama kelas 2, 3, 5, dan 6 masih menggunakan KTSP, sedangkan kelas 1 dan 4 menggunakan kurikulum 2013. Hal ini sangat menghambat pelaksanaan di lapangan dalam hal mengatur jam pulang sekolah. Selain jumlah pelajaran yang semakin berkurang terjadi beberapa perubahan drastis ada dalam kurikulum 2013, di antaranya waktu belajar ditambah, tetapi jumlah mata pelajaran dikurangi. Di tingkat SD, dari 10 mata pelajaran (mapel) menjadi 6 mapel yaitu: Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, Matematika, Sosial Budaya, dan Olahraga. IPA dan IPS ditiadakan, diintegrasikan ke mapel lain. ”Obyek kurikulum baru ini adalah fenomena alam, fenomena sosial dan budaya”. Untuk Kelas 1-2 SD jumlah jam pelajaran sebelumnya adalah SD 26 jam/minggu menjadi 32 jam/minggu tetapi dalam pelaksanaan di lapangan kelas 1 pulang jam 11. Materi Pelajaran IPA diintegrasikan dalam Mapel Bahasa Indonesia. Mungkin maksud dari pemerintah dengan poin ini adalah; (1) Menggabungkan Sains dengan bahasa Indonesia sangat membingungkan fokus materi yang akan diajarkan pada anak. Materi Pelajaran (Mapel) IPA punya indikator sendiri sedangkan Bahasa Indonesia juga punya indikatornya sendiri. Sangat sulit untuk diintegrasikan walaupun sebenarnya dengan pembelajaran Saintific dan tematif yang terintegratif dapat dengan pelajaran IPA atau IPS dapat dimasukkan. Tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain guru dan modul pembelajarannya harus terintegratif. j Jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia untuk (kelas 1 ) 8 jam/minggu, sedangkan (kelas 4) 10 jam/minggu. Permasalahannya jika IPA atau IPS diajarkan ke dalam Bahasa Indonesia, perlu dipertanyakan pengukurannya. Perlu diperjelas apakah pelajaran tersebut berdasar pada kaidah bahasa atau sains. Dengan menghapus pelajaran IPA dan IPS pada jenjang Sekolah Dasar apakah akan berdampak pada anak-didik kelak. Hal ini sangat bertolak belakang dalam perkembangan dunia global saat ini yang sangat memerlukan adanya IPA dan IPS. Seharusnya kita mempersiapkan anak-didik pada bidang sains sejak dini. Sebagai bahan catatan penulis adalah; (1) Justru pelajaran Bahasa, bisa masuk ke Sains atau IPS. Tetapi kalau dibalik Bahasa Indonesia memakai konsep sains atau ilmu pengetahuan sosial akan membingungkan. Misalnya teks yang perlu dianalisis dalam sebuah bahasa berisi “artikel tentang tatanan kehidupan sosial” (IPS) atau “artikel penemuan ilmiah” (IPA). (2) Bahasa dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. Sebab kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis dapat dikembangkan pada semua mata pelajaran dengan tematik integratif. Salah satu ciri kurikulum 2013, khususnya untuk SD, adalah bersifat tematik integratif (terpadu). Pembelajaran tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalamintra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Adapun tema untuk semester genap tahun pelajaran 2013/2014 untuk kelas 1 meliputi: 1) Pengalamanku; 2) Lingkungan bersih, sehat, dan asri; 3) Benda, Hewan, dan Taman di Sekitarku; dan 4) Peristiwa alam. Untuk kelas 4 temanya sebagai berikut: 1) pahlawanku; 2) Indah Negeriku; 3) Cita-citaku; 4) Tempat tinggalku; dan 5) makananku Sehat dan Bergizi. Pembelajaran di kelas 1 anak-anak sangat antusias dalam kelas, hal ini disebabkan banyaknya tugas ketrampilan yang harus dikerjakan. Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Untuk kelas 1 yang menjadi kendala adalah bagaimana untuk mengajar kemampuan matematika anak yang masih memerlukan penjelasan yang lebih banyak. Kalau tidak dijelaskan anak akan kesulitan dalam menjumlahkan, mengurangkan. Dengan demikian sangat diperlukan suatu inovasi yang ketiga aspek pembelajaran bisa berjalan dengan seimbang tanpa ada yang dikorbankan. Ada sebuah kebijakan dari sekolah yaitu dengan memeberikan les yang sifatnya pengetahuan khususnya kemampuan matematika setelah anak pulang dari sekolah, biasanya jam 3 sore hari. Sekolah yang melakukan kebijakan ini akan mencoba untuk mengurangi salah satu kelemahan kurikulum 2013 dalam kemampuan kognitifnya. Pembelajaran di sekolah dasar yang menggunakan Tematik Terpadu atau integratif yang melibatkan beberapa mata pelajaran di sekolah dasar untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Bermakna mengandung pengertian peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep lain yang telah guru rancang sebelumya. Pembelajaran yang mengabungkan beberapa tema dalam beberapa mata pelajaran yang dapat memberikan pengalaman berharga bagi peserta didik. Dengan demikian memerlukan guru yang profesional, sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung pembelajaran tematik. Walaupun agak mahal tetapi hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan ceramah, bagi sekolah yang jumlah siswanya dalam satu sekolahan sekitar 300 sisiwa dana bosnya cukup besar dan dapat digunakan untuk mememnuhi sarana dan prasarana pembelajaran khususunya dalam menyediakan media pembelajaran yang inovativ. Hal ini akan bertolak belakang jika dibandingkan dengan sekolah dasar yang jumlah muridnya sekitar 60-80 siswa yang berpengaruh terhadap penerimaan dana BOS. Salah satu yang dapat digunakan untuk menanggulangi kekurangan dana yaitu membuat suatu permohonan kepada Dinas Pendidikan untuk memberikan guru yang profesional di bidang pendidikan dasar. Sehingga gurutersebut mampu untuk memenfaatkan sarana yang ada dengan lebih maksimal. Dengan pembelajaran tematik ini memudahkan memusatkan perhatian peserta didik pada suatu tema yang jelas dan menarik. Selain hal tersebut dapat digunakan mengembangkan kompetensi dasar beberapa mata pelajaran dengan tema yang sama dengan maksud agar tidak tumpang tindih dan pembelajarannya lebih bermakna. Perencanaaan guru akan lebih efektif karena dalam tema yang sama dapat digunakan untuk beberapa mata pelajaran sehingga guru akan lebih bersemangat dan bergairah dalam mengembangkan pembelajarannya lebih berkesan dan bermakna. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Puguh Pramono, S.Pd Kepala Sekolah Ploso 1, Kepala sekolah SD Sirnoboyo 1 Ibu Lina Dahliawati, S.Pd, 8 ibu guru wali kelas 1 dan 4 terdapat peningkatan nilai karakter sisiwa sebesar 65 % jika dibandingkan dengan KTSP. Adapun peningkatan tersebut sebagai akibat dari Pendekatan Tematik integratif yang membuat suasana pembelajaran menyenangkan dimana anak akan merasa nyaman untuk belajar di sekolah tanpa adanya pembebanan teori atau kognitif yang terdapat dalam pelajaran. Terjadi peningkatan sifat: 1) Kemandirian; 2) Tanggung jawab; 3) Kedisiplinan; 4) Religius; 5) Mudah bergaul; 6) Kreatif; 7) Inovatif; 8) Cinta tanah air; 9) Menghormati guru; 10) Berani; 11) kebersihan; 12) kerja keras; 13) mandiri; 14) patuh pada aturan; 15) menghargai karya orang lain; 16) Santun; 17) Peduli sosial; 18) Nasionalisme; dan 19) Nilai kejujuran. Aspek sikap dan karakter terdapat dalam (KI) 2 yang harus terintegrasi dalam setiap pembelajaran dengan (KI) 1 yaitu religiusitas; (K3) 3 Pengetahuan; dan (K4) 4 aspek keterampilan. Dengan demikian pembelajaran di Sekolah Dasar harus mencakup ke empat aspek tersebut di atas. Untuk mewujudkan KD dan KI di atas seorang guru harus: mengikuti pelatihan; melaksanakan perencanaan, melaksanakan diskusi dengan teman sejawat; mengikuti seminar baik nasional maupun international; membuat buku acuan pengajaran; membuat pedoman penilaian; dan selalu merefleksi pembelajaran yang lalu untuk mendapatkan hasil out put yang diharapkan yaitu generasi emas yang berilmu, berkarakter, berwawasan masa depan, kreatif, inovatif dan mempunyai nilai religius. Gambar 1. SD kelas 1 siswanya berjumlah 15 Nilai karakter yang dapat ditingkatkan dalam pelaksanaan kurikulum 2013 salah satunya dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu Religiusitas yang mengandung pengertian bahwa Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri: 1) Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain; 2) Bertanggung jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa; 3) Bergaya hidup sehat, merupakan segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan; 4) Disiplin, merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; 5). Kerja keras, merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya; 6) Percaya diri, merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya; 7) Berpikir kritis, kreatif, dan inovatif mengandung pengertian berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki; 8) Mandiri, merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; 9) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: 1) Patuh pada aturan-aturan sosial merupakan perwujudan dari sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum; 2) Menghargai karya dan prestasi orang lain merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain; 3) Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang, tata bahasa maupun tata perilaku ke semua orang. Gambar 2. Kelas 1 SD Jumlah Siswa 35 Berdasarkan gambar 1 di atas nilai efektif yang tampak adalah keberanian dari seorang anak hal ini akan berdampak kepada kedisiplinan anak, kejujuran, sikap kreatif dan inovatif. Selain itu juga anak akan terjadi peningkatan nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan: 1) Peduli sosial dan lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai karakter tersebut di atas sifatnya sangat relatif dimana penilaian dari guru satu dengan lainnya dalam melihat karakter seseorang akan berbeda-beda untuk itu perlu sebuah instrumen penilaian karakter yang sangat jelas. Walaupun karakter merupakan data kualitatif namun berdasarkan pengalaman seorang guru akan peka terhadap sikap anak didiknya yang setiap saat berineteraksi dalam pembelajaran yang integratif tematik. Selain itu juga dalam rapor akan diperlihatkan secara menyeluruh seluruh proses penilaian afektif dan psikomotorik anak didik. Sehingga orang tua akan mendapatkan suatu laporan penilaian autentik dari guru kelas. Dalam pembelajaran tematik ini dituntut peserta didik harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran baik kelompok, individu, pasangan, serta mampu untuk mengikuti pembelajaran yang bervariasi. Sarana dan prasarana harus mendukung pembelajaran ini disesuaikan dengan tema pembelajaran. Selain itu juga guru harus memilih tema-tema yang ada dibuku sebelumnyya untuk dibuat sebuah draf modul yang digunakan untuk proses belajar mengajar di sekolah. Suasana kelas jangan monoton bisa duduk di kursi bisa duduk lesehan disesuaikan dengan tema pembelajarannya. Pembelajaran tematik ini dapat menggunakan metode percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, dan bercakap-cakap baik di dalam kelas maupun luar kelas. . 4.2.2. Karakter siswa padai pelaksanaan Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan Menengah. Perubahan jumlah jam belajar di SMP Negeri 1 Pacitan adalah; (1) Jumlah jam belajar siswa SMP berubah dari 32 jam/minggu menjadi 38 jam perminggu. Jadi dalam waktu belajar 5 hari, setiap hari anak belajar 8 jam setiap hari. Perlu disiapkan makan siang anak dan guru. Jika perubahannya demikian, maka; (1) kemungkinan masalah yang akan muncul adalah anak-anak makin bosan berada di sekolah. Lebih-lebih kalau cara mengajar guru seperti yang selama ini dilakukan untuk itu metode pembelajarannya harus inovatif dan kreatif yang memerlukan seorang guru yang luar biasa. untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama permasalahan yang dihadapi di lapangan sangat banyak salah satunya guru yang ada di SMP merupakan guru mata pelajaran sehingga yang menonjol adalah aspek pengetahuan (KI) 3 padahal mereka dituntut untuk (KI)2 dan (KI) 4. problemnya apakan dengan waktu yang hanya satu semester bapak ibu guru mata pelajaran mampu untuk merubah cara berpikirnya dengan cepat. dengan demikian dapat digambarkan bagaimana kalau sekolah yang berada di pinggiran yang mempunyai guru yang tidak sebak guru yang berada di Kota, dan sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Kalau ini dipaksakan maka yang terjadi bisa kita tebak akan menghasilkan out put yang sama dengan kurikulum sebelumnya. kalau di SMP kota dengan jumlah guru yang memedai, murid yang cukup yang berpengaruh terhadap peneriamaan bos sekolah yangnantinya bisa digunakan untuk melengkapi media pembelajaran di sekolah. Walaupun dalam Kurikulum 2013 jumlah mata pelajaran dikurangi jika dibandingkan dengan KTSP tapi jumlah jam pelajaran per minggu terjadi peningkatan. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat emosi anak dan akan kontraproduktif dengan pembelajaran nilai karakter pada anak. Walaupun masih memerlukan penelitian bagaimana keadaan emosi anak-anak di sekolah. Pada sekolah pelaksana kurikulum 2013 di Sekolah Menengah terdapat dua kelompok sisiwa yaitu kelas 2, dan 3 yang masih menggunakan kurikulum 2013 dengan kelas 1. Jika tidak ada suatu kebijakan dari sekolah akan memberikan suatu dampak yang tidak baik bagi kemajuan lembaga tersebut. Oleh karena itu waktu jampelajaran harus diatur sedemikaian rupa serta ruang kelasnya harus terpisah atau agak jauh dari kelas 2 dan 3. Hal ini akan banyak berpengaruh terhadap pempelajaran di kelas baik yang menggunakan KTSP maupun kurikulum 2013. Untuk anak kelas 7 yang menggunakan kuriklum 2013 anak tertarik dan suka senang mempelajari sesuatu. untuk membuat anak senang banyak sekli persyaratan yang harus dipenihu oleh sekolah bagi sekolah perkotaan tidak menjadi maslah tetapi untuk sekolah pinggiran akan menemui banyak persoalan khususunya sara pembelajaran dan guru yang luar biasa. Sebenanrnya dengan senang dan ketertarikan merupakan salah satu metodologi yang dapat digunakan untuk mengaktifkan dan membuat kreatif siswa, bukan ditentukan oleh lamanya waktu belajar di kelas. untuk sekolah yang ditunjuk oleh Kementrian Pendidikan merupakan sekolah yang dari segi sarana dan prasarana, dan guru sudah mencukupi. Pada Kurikulum 2013 di tingkat SMP setiap mata pelajaran pemerintah pusat menentukan tema dan buku pelajaran yang akan diterbitkan. Di sini terjadi lompatan yang berisiko karena penentuan tema tersebut akan tidak tepat jika seluruh Indonesia menggunakan tema yang sama padahal dari sisi sossial budayanya sangatlah berbeda. Sebagai contohnya masyarakat Papua diberikan sebuah tema tentang bentuk teknologi ini tidak efektif karena pengetahuan mereka atau kondisi di Papua belum mendukung penerapan teknologi. hal ini berbeda jika tema ini masuk dalam pembelajaran di Jawa hal ini memeudahkan dalam praktek di lapangan (KI) 4. Tema-tema yang terdapat dalam buku pelajaran tampaknya bisa tidak sesuai dengan konteks. masing-masing sekolah di berbagai daerah dengan ciri-ciri khas masing-masing. Dalam kurikulum 2013 yang di kembangkan tidak lepas dari pendidikan karakter. Dengan adanya karakter yang kuat di harapkan akan membentuk watak, kepribadian yang bermoral. Untuk mengembangkan pendidikan karakter, hal tersebut dalam mengimplementasikan tidak hanya menyampaikan secara teori, namun juga dapat mentransferan nilai-nilai apa yang diambil dari kegiatan pembelajaran melalui pendidikan karakter. Pembentukan karakter muncul ketika guru mengkaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan sehari-hari siswa, dengan demikian keterlibatan aktif dalam mereka belajar akan memunculkan nilai-nilai yang di tanamkan melalui pengalaman hidup dan rasa empati terhadap lingkungan (Preswich, 2001) Oleh karena itu buku acuannya harus sesuai dengan kontek sosial budaya masyarakatnya. Jika unsur pendukung dalam kurikulum 2013 tercukupi diharapkan untuk Sekolah Menengah Pertama dapat mewujudkan Nilai karakter sisiwa dapat ditingkatkan. Sangat jelas dalam (KI) 1 nilai religius yang terdapat vdalam semua mata pelajaran akan dapat membuat suatu landasan yang kuat bagi anak didik yaitu sikap dalam hubungannya dengan Tuhan atau sikap religius. Religius mengandung pengertian bahwa Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang ediupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Dengan pembelajaran yang menarik dalam setiap mata pelajaran akan meningkatkan perwujudan dari (ki) 2 yaitu aspek karakter dalam setiap mata pelajaran. Setiap hari materi karakter akan senantiasa disampaian oleh guru hal menurut teori behaviorisme dari skinner bahwa dengan pengulangan suatu kegiatan akan menimbulkan suatu kebiasaan pada peserta didik. Dengan demikian guru mata pelajaran seharusnya sudah mempunyai karakter mulia sehingga dengan keteladanan akan memudahkan untuk menyampaikan aspek karakter pada sisiwa. Hambatan yang dialami dalam pemebalajaran menggunkan kuriklum 2013 yaitu alokasi terbatas sehingga guru lebih cenderung menggunakan metode mengajar konvensional yaitu ceramah untuk memberikan teori-teori yang terdapat dalam setiap tema pembelajaran. selain itu juga guru membutuhkan pedoman untuk penilaian ranah afektif dan psikomotorik belum tersedia. penilaian afektif dan psikomotorik membutuhkan waktu yang banyak sehingga aspek kognitifnya akan terabaikan padahal dalam pikiran anak didik dan guru yang dimasuksud dengan penilaian yaitu penilaian tentang pengetahuan dalam setiap mata pelajaran. Guru belum dapat mengarahkan siswanya untuk tanggap terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, aspek afektif dan psikomotorik karena belum menjadi i tujuan dari pembelajaran. Pelaksanaan kurikulum 2013 untuk tingkat SMP terdapat peningkatan nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri: a) Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain; b) Bertanggung jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa; c) Bergaya hidup sehat, merupakan segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan; d) Disiplin, merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; e). Kerja keras, merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya; f) Percaya diri, merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya; g) Berjiwa wirausaha, merupakan sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya; h) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif mengandung pengertian berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki; i) Mandiri, merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; j) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar; k) Cinta ilmu, merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: a) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain yang mengandung pengertian bahwa sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain; b) Patuh pada aturan-aturan sosial merupakan perwujudan dari sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum; c) Menghargai karya dan prestasi orang lain merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain; d) Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang, tata bahasa maupun tata perilaku ke semua orang; e) Demokratis merupakan cara berfikir, bersikapdan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan: a) Peduli sosial dan lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakanpada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; b) Nilai kebangsaan merupakan perwujudan dari cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negaradi atas kepentingan diri dan kelompoknya; c) Nasionalis merupakan cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya; d) Menghargai keberagaman merupakan sikap memberikan respek/ hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama. Untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama yang sudah terbentuk sikap dan karakternya yang merupakan sebuah hasil dari proses pembelajaran di Sekolah dasar peningkatan nilai karakter pada mereka tidak sebesar anak SD kelas satu maupun kelas 4. untuk merubahnya memerlukan suatu energi yang luar biasa hal ini pasti banyak sekali tuntutan harus harus dipenuhi oelh pihak sekolah khususunya dalam pelatihan-pelatihan guru mata pelajaran bukan hanya teori tetapi mempraktekkannya selama satu semester dan akan dinilai oleh kepala sekolah untuk mendapatkan suatu nilai kelayakan. 4.2.3. Peran Guru dalam Implementasi pendidikan Karakter di Sekolah. Bagi pendidik dan tenaga kependidikan khususnya para gur yang telah melaksanakan kurikulum 2013 khususnya sekolah yang telah ditunjuk untuk pelaksanaan tahun akademik 2013/2014. Khususnya guru SD kelas 1 dan IV; Guru SMP kelas 7, serta guru SMA kelas 10 perlu disikapi dengan semangat yang berorientasi pada perubahan secara totalitas khususnya perubahan pada dimensi kompetensi guru yang meliputi dimensi kompetensi profesional, pedagogik, dan kepribadian dan sosial. Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, efektif melalui penguatan KBK 2004 dan KTSP 2006 yang mempertimbangkan penataan pola pikir dan tatakelola, pendalaman dan perluasan materi serta penguatan proses. Pendidikan yang tujuannya terbentuknya karakter bangsa merupakan tanggung jawab guru. Oleh karena itu, pembinaannya karakter peserta didik harus tanggung jawab semua guru mata pelajaran. dengan demikian dalam setiap mata pelajaran terdapat Kompetensi Inti aspek Karakter.. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpakan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan di bidangnya seperti guru Bimbingan dan konseling. tetapi sekarang ini semua guru harus memposisikan sebagai guru Bimbingan dan konseling. guru sekarang harus multi talenta sehingga seorang guru mempunyai kemampuan yang luar biasa karena dituntut untuk menghasilkan generasi bangsa produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab. Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan penghafalan suatu teori yang dilakukan berulang-ulang tidak akan memebrikan dampak perubahan bagi perkembangan sikap sisiwa. Malah akan kontraproduktif dengan tujuan pembelajaran. Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Pada saat ini sebenarnya yang penting dilakukan pemerintah adalah meningkatkan mutu guru bukan mengubah kurikulum. Dengan perubahan kurikulum walaupaun beberapa kali tidak akan mengubah paradigma pendidikan sebelum persoalan pokok yang selama ini belum dilakukan secara terencana dan terpogram yaitu peningatan mutu guru. Perubahan kurikulum akan menempatkan guru pada kedudukan sentral di sekolah. Mau tidak mau, kurikulum baru harus diterapkan untuk membina karakter siswa agar lebih baik (Evie kusnindya dkk, 2012). Perubahan Kurikulum 2006 menjadi 2013 pada dasarnya merubah pola pikir (mindset) guru atau merubah budaya mengajar dari guru dalam melaksanakan pengajaran di sekolah. perubahan ini memerlukan waktu yang sangat lama karena merubah suatu budaya yang sudah menjadi kebiasaan sejak guru menjadi seorang guru. untuk itu sangat diperlukan suatu energi yang luar biasa untuk merubah budaya mengajar tersebut. tidak menjadi persoalan jika tenaga pengajar yang kita miliki saat ini tenaga pengajar yang pandai dalam kognitif, afektif dan psikomotoriknya. persoalan utamanya para guru yang mengajar pada umumnya hanya mengandalkan pengalamannya untuk kualifikasi akademik hanya semacam sebagai bentuk perlengkapan administrasi saja. kalau energi dorongan tersebut tidak cukup maka gerbong perubahan akan macet ditengah jalan yang pada akhirnya kita akan rugi waku kita. dimana negara lainnya sudah melesat luar biasa maka kita akan sulit untuk menghadapi persaingan global ini Berdasarkan hasil observasi pendekatan, dan persiapan guru dalam memahami metode-metode kurikulum baru, tidak ada perubahan yang cukup bermakna dalam meningkatkan mutu pendidikan. . Perlu pelatihan terencana dan langkah terukur, sehingga guru bisa memiliki paradigma baru. Perencanaan seperti ini tidak terlihat, baik pelatihan guru maupun metodelogi pembelajaran baru. berdasarkan hal tersebut di atas maka wajib bagi guru untuk merubah pola pikirnya. dengan demikian guru wajib untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan profesi yang bersifat pedagogik. kalau yang menyelenggarakan Pemerintah alias gratis banyak yang mengeluh apalagi yang membayar pasti jawabannya adalam tidak mau. pada hakikatnya untuk menjadi guru profesional yang luar biasa perlu mengikuti pelatihan, seminar, maupun kunjungan studi ke sekolah yang lebih maju. tantangan yang harus dihadapi seorang guru harus menumbuhkan motivasi berprestasi dan menigkatkan kemampuan membaca baik buku ilmiah, pendidikan, sosial budaya, politik, dan agama. dengan melakukan hal tersebut maka untuk merubah pola pikir guru akan semakin mudah sehingga Berdasarkan hasil observasi di Sekolah dasar dan Menengah sistem pelatihan guru hanya memberikan teori tanpa adanya praktek di lapangan. Walaupun sangat berlawanan dengan peningkatan karakter siswa dlam pembelajaran. Pola pelatihan TOT yang diterapkan tidak tertata dengan baik, sehingga keterampilan yang seharusnya diterapkan tidak akan terserap sampai kepada guru-guru sasaran. Pelatihan tetap akan menjadi ceramah seperti yang sudah-sudah. Beberapa keluhan guru mengatakan bahwa fasilitator hanya membanyol. Dengan kondisi yang demikian itu sangatlah pesimis dalam waktu 1 semester lembaga pelatihan bisa memberikan pelatihan kepada 1 juta lebih guru. Kegiatan pembelajaran sebaiknya guru mengkaitkan apa yang di alami oleh anak langsung sebagai hubungan antara materi yang di ajarkan dengan kehidupan anak yang di alaminya,oleh sebab itu maka salah satu prinsip belajar adalah mengalami sendiri, artinya siswa yang melakukan dengan sendiri akan memperoleh hasil belajar yang optimal (Darsono,2004). Pada kurikulum baru, LKS tidak ada lagi, yang ada adalah buku panduan guru dan buku siswa. Selama ini LKS justru membuat para guru tidak kreatif dalam menjalankan proses belajar mengajar, khususnya dalam memberikan tugas. Guru hanya memberikan tugas kepada peserta didik seperti yang tertera di dalam LKS. Karena itu, banyak penerbit yang kemudian berlomba-lomba menciptakan LKS dan menawarkan ke sekolah-sekolah. Kebijakan tersebut juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meringankan beban orang tua siswa dari segi financial. Tidak dapat di pungkuri, jika sekolah mewajibkan siswa memiliki LKS, orang tua siswa akan mengeluarkan uang ekstra untuk membeli LKS. Penyusunan panduan itu akan melibatkan berbagai pihak, di antaranya para guru dan dosen berprestasi. Kepala Pusat Kurikilum, dan Perbukuan, dan Balitbang Kemdikbud Ramon Mahondas sudah mulai bekerja untuk menyusun buku pegangan tersebut. Namun saat ini dia mengaku lebih fokus untuk buku untuk tingkat SD. Sebab perubahan kurikulum yang paling krusial adalah di tingkat SD dengan pendekatan tematik integratif materi untuk SD berdasarkan tema, misalnya kelas 1 lebih menekankan pada kejujuran, kedisiplinan, dan kebersihan. Meski demikian, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan bagi sekolah untuk memberikan buku pengayaan lain kepada para peserta didik. Hasil belajar atau pengalaman dari sebuah pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Guru harus merancang pembelajaran tematik, integratif serta saintifik harus berdampak langsung yang dijabarkan dalam tujuan instruksional sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang dirancang guru disebut dampak pengiring. Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah. Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai kemampuan pendidikan karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca. Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah Berdasarkan hal tersebut di atas maka faktor guru merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan kurikulum 2013. Guru yang profesional sangat diperukan sekali dalam masa sekarang ini yang dapat mengembangkan pembelajarannya disesuaikan dengan tema yang baru yang harus didapatkan berdasarkan karakteristik siswa, minat, dan lingkungan sekitar. Guru dituntut untuk menyiapkan kegiatan atau pengalaman mengajar kepada peserta didik dengan memilih beberapa kompetensi yang ada dalam setiap mata pelajaran Sekolah Dasar dan merencanakan dan diatur sesuai dengan kondisi peserta didik agar pembelajarannya bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Tidak harus kompetensi dasar semua mata pelajaran digabungkan. Sangat mungkin penggabungan kompetensi dasar dalam stiap semester. 
 BAB 5 
SIMPULAN 
Kurikulum 2013 yang dikembangkan adalah nilai karakter anak pada jenjang sekolah dasar maupun Menengah. Dengan kurikulum 2013 sekolah yang melaksanakan terjadi peningkatan karakter anak.baik untuk jenjang SD maupun Sekolah Menengah. peningkatan nilai karakter dengan syarat: Gurunya Luar biasa, sarana prasarana sekolah memadai, menggunakan media pembelajaran yang inovatif, serta input siswa. Pembelajarannya sangat membutuhkan waktu untuk tercapainya peningkatan ketiga aspek yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. dengan demikian untuk modulnya harus mempertimbangkan efisiensi waktu sehingga ketiga aspek di atas akan tercapai. Perubahan pola pikir guru harus didasari oleh niat untuk memotivasi diri menjadi guru berprestasi serta memperbanyak pelatihan, mengikuti seminar pendidikan dan membaca buku. Peran seorang guru sangat besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013. Guru merupakan salah satu komponen penting terhadap keberhasilan kurikulum 2013. Oleh karena itu Departemen Pendidikan Nasional harus mampu untuk melaksanankan pelatihan guru yang bukan asal-asalan tetapi suatu bentuk pelatihan kepada guru dengan serius, waktu yang agak lama, meningkatkan praktek di kelas. Setelah itu guru memerlukan pendampingan dalam pelaksanaan di lapangan. 
DAFTAR PUSTAKA 
 Alawiyah, Faridah. 2013. Dampak Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap Guru Peneliti bidang Studi Pendidikan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: faridahalawiyah@gmail.com Anonim. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. Darsono, M. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I. Echols, John M. dan Hassan Shadily. (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XV. Feez, Susan & Helen Joyce. 1988. Text-Based Syllabus Design. Sydney: Macquarie University. Hanzah, Umno. 2007. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, Dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Hamzah, Umno. 2007. Profesi Kependidikaan. Jakarta: Bumi Aksara. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Antara News. Diunduh tanggal 7-7-2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Dokumen Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass. Kusnindya, Evie dkk, 2012. Uji Publik Kurikulum Baru”Membentuk Generasi 100 Tahun perlu persiapan matang”.Jawa Tengah: Suara Merdeka. Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nur.Syam. 2013. Guru Dan Implementasi Kurikulum 2013. m.antaranews.com. Diunduh tanggal 1-Januari 2014 Prestwich, D.L.2001. Character Education in America’s Schools. The School Community Journal Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (MixedMethods).Bandung: Alfabeta L

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN KESALAHAN BAHASA DALAM SURAT DINAS SD KARANGNONGKO 2 KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN PACITAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Sri Amini, Dosen Pembimbing Agoes Hendriyanto, M.Pd

PERSEPSI UJARAN

KISI-KISI UAS LINGUISTIK TERAPAN 2015/2016 AGOES